Rabu, 01 Agustus 2012

Tuanku Imam BonjolTuanku Imam BonjolGambar Tuanku Imam Bonjol oleh Hubert deStuers (sekitar 1820)Pemimpin PadriMasa jabatank.1821 – k.1837Penguasa monarki PagaruyungInformasi pribadiLahir 1772BonjolMeninggal 6 November 1864MinahasaKebangsaan MinangkabauAgama IslamTuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol,Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 -wafat dalam pengasingan dan dimakamkan diLotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864),adalah salah seorang ulama, pemimpin danpejuang yang berperang melawan Belandadalam peperangan yang dikenal dengan namaPerang Padri pada tahun 1803-1838.[1]Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagaiPahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SKPresiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973,tanggal 6 November 1973.[2]Nama dan gelarNama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalahMuhammad Shahab, yang lahir di Bonjolpada tahun 1772. Dia merupakan putra daripasangan Bayanuddin (ayah) dan Hamatun(ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin, merupakanseorang alim ulama yang berasal dari SungaiRimbang, Suliki, Lima Puluh Kota.[3] Sebagaiulama dan pemimpin masyarakat setempat,Muhammad Shahab memperoleh beberapagelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, danTuanku Imam. Tuanku nan Renceh dariKamang, Agam sebagai salah seorangpemimpin dari Harimau nan Salapan adalahyang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin)bagi kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebihdikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.Riwayat perjuanganArtikel utama untuk bagian ini adalah:Perang PadriTak dapat dimungkiri, Perang Padrimeninggalkan kenangan heroik sekaligustraumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar18 tahun pertama perang itu (1803-1821)praktis yang berperang adalah sesama orangMinang dan Mandailing atau Batak umumnya.Pada awalnya timbulnya peperangan inididasari keinginan dikalangan pemimpin ulamadi kerajaan Pagaruyung untuk menerapkandan menjalankan syariat Islam sesuai denganAhlus Sunnah wal Jamaah (Sunni) yangberpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasullullah shalallahu 'alaihi wasallam.Kemudian pemimpin ulama yang tergabungdalam Harimau nan Salapan meminta TuankuLintau untuk mengajak Yang DipertuanPagaruyung beserta Kaum Adat untukmeninggalkan beberapa kebiasaan yang tidaksesuai dengan Islam (Bid'ah).Dalam beberapa perundingan tidak ada katasepakat antara Kaum Padri (penamaan bagikaum ulama) dengan Kaum Adat. Seiring itudibeberapa nagari dalam kerajaan Pagaruyungbergejolak, dan sampai akhirnya Kaum Padridibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerangPagaruyung pada tahun 1815, dan pecahpertempuran di Koto Tangah dekat BatuSangkar. Sultan Arifin Muningsyah terpaksamelarikan diri dari ibukota kerajaan keLubukjambi.Pada 21 Februari 1821, kaum Adat secararesmi bekerja sama dengan pemerintah Hindia-Belanda berperang melawan kaum Padri dalamperjanjian yang ditandatangani di Padang,sebagai kompensasi Belanda mendapat hakakses dan penguasaan atas wilayah darek(pedalaman Minangkabau).[4] Perjanjian itudihadiri juga oleh sisa keluarga dinastikerajaan Pagaruyung di bawah pimpinanSultan Tangkal Alam Bagagar yang sudahberada di Padang waktu itu.Campur tangan Belanda dalam perang ituditandai dengan penyerangan Simawang danSulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet danKapten Dienema awal April 1821 atas perintahResiden James du Puy di Padang, Dalam hal iniKompeni melibatkan diri dalam perang karena"diundang" oleh kaum Adat.Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan padricukup tangguh sehingga sangat menyulitkanBelanda untuk menundukkannya. Oleh sebabitu Belanda melalui Gubernur Jendral Johannesvan den Bosch mengajak pemimpin Kaum Padriyang waktu itu telah dipimpin oleh TuankuImam Bonjol untuk berdamai dengan maklumatPerjanjian Masang pada tahun 1824. Hal inidimaklumi karena disaat bersamaan Bataviajuga kehabisan dana dalam menghadapipeperangan lain di Eropah dan Jawa sepertiPerang Diponegoro. Tetapi kemudianperjanjian ini dilanggar sendiri oleh Belandadengan menyerang nagari Pandai Sikek.Namun, sejak awal 1833 perang berubahmenjadi perang antara kaum Adat dan kaumPaderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yangsemula bertentangan akhirnya bersatumelawan Belanda. Diujung penyesalan munculkesadaran, mengundang Belanda dalam konflikjustru menyengsarakan masyarakatMinangkabau itu sendiri. [5] Bersatunya kaumAdat dan kaum Padri ini dimulai denganadanya kompromi yang dikenal dengan namaPlakat Puncak Pato di Tabek Patah yangmewujudkan konsensus Adat basandi Syarak,Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkanAgama, Agama berdasarkan Kitabullah ( Al-Qur'an)).Rasa penyesalan Tuanku Imam Bonjol atastindakan kaum Padri atas sesama orangMinang, Mandailing dan Batak, terefleksidalam ucapannya Adopun hukum Kitabullahbanyak lah malampau dek ulah kito juo. Baadek kalian? (Adapun banyak hukum Kitabullahyang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimanapikiran kalian?).[5]Penyerangan dan pengepungan benteng kaumPadri di Bonjol oleh Belanda dari segalajurusan selama sekitar enam bulan (16Maret-17 Agustus 1837)[6] yang dipimpin olehjenderal dan para perwira Belanda, tetapidengan tentara yang sebagian besar adalahbangsa pribumi yang terdiri dari berbagaisuku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon.Dalam daftar nama para perwira pasukanBelanda, terdapat Mayor Jendral Cochius,Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, KaptenMacLean, Letnan Satu Van der Tak, PembantuLetnan Satu Steinmetz. dan seterusnya, tetapijuga terdapat nama-nama Inlandsche ( pribumi)seperti Kapitein Noto Prawiro, InlandscheLuitenant Prawiro di Logo, Karto Wongso WiroRedjo, Prawiro Sentiko, Prawiro Brotto, danMerto Poero.Terdapat 148 perwira Eropa, 36 perwirapribumi, 1.103 tentara Eropa, 4.130 tentarapribumi, Sumenapsche hulptroepen hieronderbegrepen (pasukan pembantu Sumenep,Madura). Serangan terhadap benteng Bonjoldimulai orang-orang Bugis yang berada dibagian depan dalam penyerangan pertahananPadri.Dari Batavia didatangkan terus tambahankekuatan tentara Belanda, dimana padatanggal 20 Juli 1837 tiba dengan Kapal Perledi Padang, Kapitein Sinninghe, sejumlah orangEropa dan Afrika, 1 sergeant, 4 korporaals dan112 flankeurs. Yang belakangan ini menunjukkepada serdadu Afrika yang direkrut olehBelanda di benua itu, kini negara Ghana danMali. Mereka juga disebut Sepoys dan berdinasdalam tentara Belanda.Penangkapan dan pengasinganSetelah datang bantuan dari Batavia, makaBelanda mulai melanjutkan kembalipengepungan, dan pada masa-masaselanjutnya, kedudukan Tuanku Imam Bonjolbertambah sulit, namun ia masih tak sudi untukmenyerah kepada Belanda. Sehingga sampaiuntuk ketiga kali Belanda mengganti komandanperangnya untuk merebut Bonjol, yaitu sebuahnegeri kecil dengan benteng dari tanah liatyang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit.Barulah pada tanggal 16 Agustus 1837,Benteng Bonjol dapat dikuasai setelah sekianlama dikepung.Dalam bulan Oktober 1837, Tuanku ImamBonjol diundang ke Palupuh untuk berunding.Tiba di tempat itu langsung ditangkap dandibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudiandipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak,Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhiritu ia meninggal dunia pada tanggal 8November 1864. Tuanku Imam Bonjoldimakamkan di tempat pengasingannyatersebut.PenghargaanPerjuangan yang telah dilakukan oleh TuankuImam Bonjol dapat menjadi apresiasi akankepahlawanannya dalam menentangpenjajahan,[7] sebagai penghargaan daripemerintah Indonesia yang mewakili rakyatIndonesia pada umumnya, Tuanku Imam Bonjoldiangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesiasejak tanggal 6 November 1973.Selain itu nama Tuanku Imam Bonjol jugahadir di ruang publik bangsa sebagai namajalan, nama stadion, nama universitas, bahkanpada lembaran Rp 5.000 keluaran BankIndonesia 6 November 2001.[8]Rujukan1. ^ Radjab, M., (1964). Perang Paderi diSumatera Barat, 1803-1838. Balai Pustaka.2. ^ Direktorat Urusan Kepahlawanan danPerintis Kemerdekaan, (1991), Wajah dansejarah perjuangan pahlawan nasional, Vol.3, Departemen Sosial R.I., DirektoratUrusan Kepahlawanan dan PerintisKemerdekaan.3. ^ Muhammad Syamsu As, Ulama pembawaIslam di Indonesia dan sekitarnya, Lentera,19964. ^ G. Kepper, (1900), Wapenfeiten van hetNederlands Indische Leger; 1816-1900,M.M. Cuvee, Den Haag.5. ^ a b Sjafnir Aboe Nain, , (2004), MemorieTuanku Imam Bonjol (MTIB), transl.,Padang: PPIM.6. ^ G. Teitler, 2004, Het einde Padri Oorlog:Het beleg en de vermeestering van Bondjol1834-1837: Een bronnenpublicatie,Amsterdam: De Bataafsche Leeuw, 59-183.7. ^ Kompas 10/11/2007 Oleh Suryadi, Dosendan Peneliti pada Opleiding Talen enCulturen van Zuidoost-Azië en Oceanië,Universiteit Leiden, Belanda8. ^ www.tokohindonesia.com Imam Bonjol,Tuanku (diakses pada 23 Juli 2010)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar