Minggu, 12 Agustus 2012

Tambo Nagari

Tambo Nagari Bayang

 
 
 
 
 
 
Rate This


Pendahuluan
Ini merupakan tambo perbilangan uraian adat monografi nagari bayang yang diuraikan dalam kerapatan adat bayang nan tujuh koto dan kerapatan adat koto nan salapan

Nagari Bayang Nan Tujuh Koto dan Nagari Koto Nan Salapan
Pada tanggal 18 sampai 25 Mei 1915 telah bersidang kerapatan adat Nagari Bayang Nan Tujuh Koto dan Nagari Koto Nan Salapan, yang dipimpin oleh Pucuk Bulek Urek Tunggang nagari itu. Kedua kerapatan ini adalah atas perintah kepala pemerintah di painan, Asisten Residen Kepala Demang Painan, Si Musa Ibrahim yang disampaikan pada Asisten Demang Bayang, Sutan Tahar Baharuddin dan Kepala Tarumun, Gulai Datuk Maharajo Sutan, bekas guru pensiunan yang berasal dari Kinari dan diterima oleh pimpinan kerapatan adat Bayang Nan Tujuh Koto, Datuk Setia, penghulu pucuk bulek urek tunggang Bayang Nan Tujuh Koto dan kepala pimpinan kerapatan adat Koto Nan Salapan, Datuk Bagindo Sutan Basa, ganti penghulu Pucuk Bulek Urek Tunggang atau rajo di pulut-pulut dan kedua kerapatan ini dihadiri oleh anggota-anggota kerapatan dan orang tua-tua serta penghulu-penghulu yang tertua dan orang yang punya pangkat sepanjang adat, turunannya orang empat jenis dalam Nagari Bayang Nan Tujuh Koto dan Koto Nan Salapan. Turut hadir Demang Painan dan Asisten Demang Bayang dan guru-guru tarumun Datuk Maharajo Sutan.
Kedua kerapatan ini dimulai pada jam yang telah ditentukan untuk membicarakan kabarnya perintah :
  1. Sidang pertama diadakan pada tanggal 18 sampai 20 mei 1915 di balai panjang Koto Berapak dibawah beringin nan tigo batang. Sidang ini dihadiri oleh anggota kerapatan adat bayang nan tujuh koto sampai ke kapak rembai dan kandungannya, sampai ke amban (ambun) puruik yang dipimpin oleh datuk setia. Membicarakan tentang adapt monografi baying nan tujuh koto sampai ke kapak rembai dan kandungannya
  2. Sidang kedua diadakan pada tanggal 20 sampai 22 mei 1915 di Pulut-pulut bertempat di persinggahan, di pulut-pulut sampai ke taratak nan tigo dan koto nan tigo, dipimpin oleh datuk bagindo sutan basa, rajo di Pulut-pulut.
Sesudah kerapatan ini dibicarakan lebih lanjut dan menyelidiki serta meneliti secara mendalam dan menelusuri lebih jauh maka kedua persidangan ini (menghasilkan) keputusan dengan pendapat bersama sebagai berikut :
Keterangan
Sebagaimana keterangan yang diperdapat yang dikumpulkan dalam kedua persidangan ini menurut sepanjang waris yang dijawat, pusaka nan ditolong dari ninik mereka yang terdahulu dari penduduknya dan orang yang berpangkat sepanjang adapt, berasal dari nagari kubung tigo baleh atau koto nan tigo di darek yaitu :
  1. Kinari
  2. Muaro Paneh
  3. Koto Anau
Mula ninik turun ke baying
menurut sepanjang waris nan dijawat pusaka yang ditolong, dari ninik mereka yang terdahulu atau kata yang diterima dari orang tua dan penghulu-penghulu yang tertua di nagari baying ini, sejarahnya adalah sebagai berikut :
  1. turun dari koto nan tigo di darek
  1. dari kinari, niniknya bergelar dt. Nan bagajobiang, suku melayu
  2. dari muaro paneh, niniknya dt. Bakupiah ameh, suku tanjung
  3. dari koto anau, niniknya dt. Nan kiramaik, suku caniago
Hingga ke lubuk silau
Mereka turun ke keuda nagari itu yaitu baying nan tujuh koto dan nagari nan salapan dengan penduduknya seperinduan laki-laki dan perempuan serta penghulunya dan orangtuanya juga malin yang berempat ke pulut-pulut dan koto nan salapan terus ke baying nan tujuh koto.
Mereka turun mula-mula mendaki ke bukit kambuik, menurun ke danau nan dua yaitu danau diatas dan danau dibawah. Kemudian mereka meniti danau kembar itu melereng-lereng ke rawang silimau dan berjalan terus maka tibalah di sebuah bukit lalu mereka tinjau dari bukit it uterus kea rah kanan, tampaklah asap orang memarun dalam lurah yang amat dalam, sekarang disebut koto sebelas tarusan.
Setelah mereka melihat lurah itu sudah ditunggui orang mereka berpaling kea rah kiri lalu tertuju oleh mereka sebuah bukit karang, lantas mereka turuni bukit itu bersama-sama, sampai sekarang bukit tempat meninjau itu bernama bukit paninjauan.
Setiba mereka di bukit karang itu maka mereka layangkan pandangan jauh dan ditukikkan pandangan dekat maka terlihatlah oleh mereka sebuah lurah yang amat dalam dan luas, yang dilindungi oleh bukit barisan dan laut yang berombak-ombak. Di dalam lurah itu terlihatlah oleh mereka bayangan padi masak.
Kemudian mereka terus menuruni lurah itu. Setiba di tempat itu mereka lihat bayangan itu tapi bukanlah padi yang sedang masak melainkan daun ilalang yang sudah tua. Sampai sekarang bukit yang dicalik itu bernama bukit karang calik. Maka itulah sebabnya nagari baying diikrarkan dari kata ‘bayangan’.
Kemudian mereka terus melereng-lereng bukit meninjau ke limau purut sekarang sampai ke tanah tinggi yang sekarang disebut koto ranah limau purut, asalnya dari kata ‘purut koto nan tinggi’

Dan seterusnya mereka berjalan berarah-arahan sampai ke tanah yang sepadan dan berbatu-batu berpadat-padatan dikelilingi bukit barisan. Disinilah mereka berpandut-pandutan. Sepandut dari muaro paneh dan sepandut dari koto anau. Itulah sebabnya bernama pulut-pulut, berasal dari kata ‘berpandut-pandutan’.
Karena nagari sepandut itu daerahnya amat sedikit, berbatu-batu dan berbukit-bukit maka oleh ninik mereka sebagian dari penduduk, delapan orang penghulu, tiga orang lainnya dan empat orang malin dikepalai oleh seorang raja pengganti penghulu yaitu PBUT nan di darek ditinggalkan di pulut-pulut yaitu yang dari muaro paneh dan koto anau. Yang dari kinari tidak ditinggalkan di pulut-pulut dan itu pulalah sebabnya disebut koto nan salapan karena delapan orang penghulu pucuknya ditinggalkan di pulut-pulut.

Dan sebagian lagi dibawa oleh ninik mereka ke nagari baying nan tujuh koto sekarang. Waktu mereka berjalan maka terlihat oleh mereka sebuah lubuk yang sangat dalam. Arus lubuk itu mereka seberangi bersama-sama dan tibalah diseberangnya. Sampai sekarang tempat itu bernama lubuk silau, berasal dari kata menyilaukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar